part I
"baiklah, silahkan bunuh aku, dengan begitu
takkan ada lagi yang terluka. Ayo, silahkan." kataku sesopan mungkin.
Kerumunan polisi kota bertubuh gemuk yang saat itu -di imajinasiku- terlihat
seperti pasukan pasukan kerajaan yang gagah, membeku di tempatnya masing
masing. Tidak ada yang
berani melangkahkan pijakannya lebih dekat lagi ke arahku karena di bawah
patung kokoh berseragam prajurit yang keras menunjuk ke satu arah ini, yaitu patung sang kapten muslihat, kudekap
gadis yang merupakan keluarga dari bapak walikota yang terhormat dari kota
penghujan ini dan memamerkan pisau dapur yang mengilat tajam di depan lehernya.
"pengecut." cemoohku pada mereka.
Meski kakiku terendam air dari kolam taman itu hingga
betis, namun para pasukan kerajaan itu -polisi polisi gemuk itu- pasti tau
resikonya jika mereka ceroboh mengambil tindakan.
Mereka kini menunggu bantuan pasukan angkatan
bersenjata dan tim khusus lainnya -yang kusebut dalam imajinasiku sebagai royal
guardian- untuk sampai ke lokasi ini.
Bagiku, pelataran tempat yang dinamakan taman topi ini
tak asal kupilih, seperti tempat lainnya, ini memiliki apa yang kusebut 'box'.
"sayang.. Katakan, buah jeruk, atau apel?"
bisikku pada sandera didekapanku ini yang hanya menangis tak memberi jawaban.
Kuhela nafas dalam dalam saat jam hitam tuaku sudah
berbunyi tak sabar karena alarm aktif menandakan sebuah waktu khusus.
"baiklah..." kataku santai.
Dengan satu gerakan, kurobek leher gadis malang ini
sampai nyaris putus.
Part II
Air kolam yang memantulkan kelabu warna langit ini
beriak kental. Warna merah kehitaman dari rekahan leher gadis itu mengucur dan
sesekali muncrat menyembur ke depan. Lehernya kukoyak sekali lagi dengan pisau
ini hingga kepalanya kini kupegang dengan tangan kiriku. Kutendang tubuhnya ke
depan, yang setelah mengejang beberapa kali langsung terdiam mengambang kaku. Kejadian
itu berlangsung cepat dan tak diduga sama sekali, para pasukan kerajaan itu
kini sediam patung kapten muslihat.
"wah, wah, wah.. Berantakan sekali?" kataku dengan mimik sebal sambil melemparkan
kepala gadis berambut panjang itu jauh ke depan ke tempat kerumunan polisi
polisi gemuk bersiaga. Teriakan histeris para warga dan keributan lainnya
pecah. Berkali kali polisi polisi itu berkata jangan bergerak! Jangan bergerak!
Bodoh.. Aku takkan kemana mana ko.
Satu satu polisi itu mendekatiku sambil tetap
menodongkan senjata apinya. Kujatuhkan pisau tajam dilenganku. Kuangkat tinggi
tinggi kedua lenganku. Dan ketika hampir sedikit lagi mereka mendekati kolam
ini..
"sayonara. Mr. Stupid police." kuiringi
ledakan bom yang kutanam tak jauh di depan kolam itu dengan hormat tegap dan
muka serius yang dibuat buat, lalu tertawa terbahak bahak melihat kepingan
potongan tubuh para pasukan kerajaan yang tercerai berai terjatuh bagai hujan.
"ini. Yang seperti ini yang SEHARUSNYA KALIAN
LAKUKAN!! !" teriakku pada mereka yang terkejut kejut menyaksikan ini
semua. "bunuh mereka, kita mulai yang baru."
Part III
gemuruh ricuh di taman topi dan sekitarnya kini sudah meluas
hingga jauh.Kemacetan mengular panjang. Dari kejauhan kudengar bising suara
yang berasal dari satuan pasukan khusus yang terjepit kemacetan padat. Namun
ada satu lagi yang 'berisik' dan baru saja tiba tepat beberapa puluh meter dari
atas kepalaku.
"payah... Jemputan datang." kataku merajuk
lalu mengambil sepotong permen karet dari saku lalu mengunyahnya.
"bermain main dengan badut babi, senang?"
sapa sahabatku yang bernama defranda, gadis keturunan italia.
"def?! Hentikan itu! Lagi lagi kau melompat langsung!
Coba kau hitung jaraknya! Kakimu bisa patah!" ucap satu lagi manusia yang
berseragam sama denganku. Temanku juga setidaknya. Pria tampan bernama romeo.
Dia pun berdarah asing, darah jerman.
"baiklah nona nona ayo masuk, atau akan ada
banyak mayat lagi disini." kata suara yang berasal dari tubuh kekar
dibelakangku, albert, pria berdarah inggris.
"dimana letak keindahan saat membunuh mangsamu?
Berantakan sekali..." ucap terry, temanku dari prancis.
"hey bung! Turun dari patung itu! Itu salah satu
kebanggaan kotaku!" kataku sambil memasang raut marah yang berlebihan pada
terry yang tengah duduk di pundak kapten muslihat.
"hehe pardon, mon sieur." jawabnya lalu
turun.
"ayo, mika sudah menunggu kita di mobil."
kata defranda sambil menggandeng tanganku. Romeo cemberut.
"dimana dia?" tanyaku celingak celinguk.
"hmm coba kuingat. Kalau tidak salah.. Di
sana." defranda menunjuk tempat makan fast food di seberang jalan.
"kfc?" kata albert.