Kurdi Life is Game

Dia adalah teman masa kecilku. Kurdi itulah nama panggilannya, aku tak tahu nama aslinya entah Ardi atau Tuan Takur(yang suka ada di KDI dulu). Game adalah bagian dari hidupnya, setiap hari tak pernah lepas dari game. sudah menjadi kebiasaan sehari-hari seperti cuci muka, makan, atau memainkan jerawat yang ada dihidungnya. Bahkan dia menghabiskan uang saku sekolah hanya untuk bermain game, dia tak pernah tahu apa itu jajan. Tak pernah tahu apa isi yang ada di dalam sebuah risol, tak pernah tahu bagaimana rasanya batagor, bahkan tak pernah tahu darimana asal kutil di tangan kiri si tukang batagor.
Dulu masih jamannya playstation atau disebut (PS). PS pertama dia kenal ketika SD. Bu guru dan orang tua mengatakan sekolah adalah rumah kedua bagi murid, tapi tidak untuknya. Rumah keduanya adalah tempat rental PS. Setiap pulang sekolah dia mengganti baju seragamnya dengan baju sehari-hari lalu berlari menuju rumah keduanya. Dia rela berjam-jam menunggu orang lain selesai dengan kontrak mainnya. Tak tanggung-tanggung, dia tidak puas jika main hanya dengan waktu satu jam. Paling sebentar dia main selama dua jam, paling lama dia main berbulan-bulan.
Ketika sedang bermain dia tak suka diganggu, bahkan bukan hanya manusia. Dia akan marah bila keadaan mengganggunya. Jika sudah marah dia akan menyebutkan nama-nama binatang. Dari sini dia belajar menghapal nama binatang yang keluar dari mulutnya. Dia mengatakan ‘Monyet’, ‘Anjing’, ‘Kelinci’, ‘Setan’. Dia menyebutkan semua binatang peliharaan. Tunggu bukankah ‘Setan’ tak masuk kategori binatang? Kau pernah mendengar tentang tuyul peliharaan kan. Kau benar, lanjutkan.
Seorang anak kecil pernah memaki-makinya ketika dia kesulitan pada saat bermain game. Kau tahu apa yang dia lakukan? Dia memukul dada si anak kecil ini dua kali. Ini sungguh terjadi, aku sendiri melihatnya. Tak ada yang berani melerainya. Aku hanya pura-pura tidur, teman-temanku pura-pura mati, yang punya rental PS mati beneran. Tidak, ini hanya guyonan. Sering kali stik PS rusak karna kemarahannya. Dia suka membanting-banting stik PS, Kaset PS, yang punya Rental PS. Tapi semarah apapun dia tak pernah berani melawan orang tuanya. Jika dia sudah lupa dengan waktu, bapaknya akan datang menjemputnya dengan membawa rantai di tangan kiri dan parang di tangan kanan. Tidak, bapaknya hanya membawa sebuah karet yang biasa digunakan untuk membungkus nasi goreng. Kau tahu kan karet kuning itu? Tapi aku pernah melihat dua karet dalam satu bungkus nasi goreng. Itu artinya pedas.
Kini dia jarang bermain PS sejak dia mengenal warnet. Anak muda jaman sekarang, yang mereka lakukan ketika pergi ke warnet hanya untuk bermain facebook, twitter, atau download bokep. Tapi ini tidak berlaku baginya, dia hanya ingin main game. Mungkin menurutku dia tak pernah mengenal pacaran, tak pernah tahu wanita kecuali ibu adik dan bapaknya, mungkin juga dia tak pernah sakit hati. Dia menganggap game adalah kehidupan yang sebenarnya, kehidupan nyata hanyalah sebuah permainan Tuhan. Kini dia sudah bekerja tiga tahun dari sekarang. Yang membuatku lebih takjub padanya adalah dia tak memakan uang gaji hasil kerjanya, dia selalu memberikan hampir semua gaji hasil keringatnya pada ibunya sendiri. Dia hanya mengambil untuk bermain game, atau keperluan gamenya. Kebahagian telah ditemukannya dari kecil tumbuh bersama. Bukan bersama seorang kekasih wanita ataupun pria, bukan dari sebuah gadget atau smartphone mahal. Tapi dari game apapun bentuk dari game itu.


Menurutku inilah yang disebut sukses bukan hidup dikelilingi banyak uang melainkan hidup dikelilingi kebahagian. Lalu mengapa kau masih belum menemukan kebahagian? J
Share: